Komisi X dan Kementerian Kebudayaan Bahas Sejarah Nasional yang Lebih Inklusif

26-05-2025 / KOMISI X
Ketua Komisi X, Hetifah Sjaifudian, saat memimpin Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, di Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025). Foto: Mentari/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta — Komisi X DPR RI menggelar Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, untuk membahas rencana pemerintah dalam menyusun ulang sejarah nasional Indonesia di Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025). Raker ini dipimpin oleh Ketua Komisi X, Hetifah Sjaifudian, dan difokuskan pada klarifikasi serta pendalaman rencana penulisan sejarah Indonesia yang belakangan memunculkan sejumlah polemik di publik.

 

Hetifah menyampaikan bahwa Komisi X ingin mendapatkan penjelasan lebih mendalam mengenai kebijakan penulisan ulang sejarah nasional, termasuk tujuan, pendekatan, serta pihak-pihak yang dilibatkan. Ia menegaskan bahwa raker ini adalah bagian dari fungsi pengawasan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang.

 

"Penulisan ini bukan hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi menjadi panduan masa depan. Kami juga ingin memastikan tidak ada bias, termasuk mendorong sejarah yang lebih adil dan inklusif, terutama dalam hal representasi perempuan," ujar Hetifah.

 

Ia juga menyampaikan adanya kekhawatiran masyarakat mengenai potensi tafsir tunggal dari pemerintah dan keterbatasan partisipasi publik dalam penyusunan sejarah ini, sebagaimana disampaikan dalam audiensi dengan perwakilan masyarakat pada 19 Mei lalu.

 

Menanggapi hal tersebut, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa penulisan sejarah yang tengah direncanakan tidak bertujuan untuk menghapus atau mendistorsi fakta sejarah, melainkan melakukan pemutakhiran yang sudah lama tertunda. Ia menjelaskan bahwa sejarah nasional terakhir kali ditulis secara resmi oleh pemerintah pada 2008 dan hanya mencakup hingga era Presiden BJ Habibie.

 

“Sejak tahun 2002, tidak ada pembaruan. Sejarah era Presiden Megawati, SBY, hingga Jokowi belum tercakup. Bahkan, Pemilu 1999 dan seterusnya pun tidak terdokumentasi dalam buku sejarah nasional yang digunakan sekarang,” ujar Fadli Zon.

 

Ia juga menepis anggapan adanya penghilangan peran perempuan dalam sejarah. “Justru kami ingin memperkuat keterlibatan perempuan dalam narasi sejarah Indonesia,” tegasnya.

 

Lebih lanjut, Fadli membawa sejumlah buku sejarah sebagai contoh, termasuk edisi lama Sejarah Nasional Indonesia serta buku Indonesia dalam Arus Sejarah dan karya-karya referensi internasional. Ia menekankan perlunya memperkaya narasi sejarah dengan pendekatan yang lebih beragam dan ilmiah.

 

Komisi X berharap rencana penulisan sejarah nasional ini dilakukan secara terbuka, partisipatif, dan objektif. Dalam rapat ini Komisi X mengharapankan agar kementerian melibatkan lebih banyak ahli sejarah, akademisi, dan perwakilan masyarakat dalam proses penulisan untuk memastikan sejarah yang inklusif dan representatif bagi seluruh rakyat Indonesia. (ssb/aha)

BERITA TERKAIT
Pidato Presiden Tempatkan Pendidikan, Kesehatan, dan Keadilan Sosial Fondasi Utama Indonesia Emas 2045
15-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyampaikan apresiasi yang tinggi atas pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia,...
Pendidikan Tulang Punggung Utama Menuju Indonesia Emas 2045
15-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, mengingatkan bahwa pendidikan adalah tulang punggung utama dalam...
80 Tahun Indonesia Merdeka, Kesetaraan Akses dan Kualitas Pendidikan Masih Jadi Persoalan
14-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, mendesak pemerintah untuk melakukan reformasi pendidikan secara menyeluruh...
Komisi X Dorong Literasi Digital Masuk Kurikulum sebagai Pendidikan Karakter Anak
11-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wacana pelarangan gim Roblox bagi anak-anak oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti kembali membuka...